Terasa tidak
ada habis-habisnya kita harus bersyukur pada Allah, dikarenakan dari limpahan
rahmat serta karunianya, sampai saat ini kita terus bertahan menjaga keimanan
kita sebagai tingkat nikmat yang sangat tinggi. Syahadatpun mesti senantiasa
kita benahi, agar lebih mendekati arti yang hakiki. Sanjungan shalawat kita
berikan pada Baginda Rasul, ujung tombak pembawa pelita kehidupan.
Selanjutnya…
jamaah jum’at yang berbahagia.
Dari mimbar
ini juga saya serukan pada diri saya pribadi, biasanya pada beberapa jamaah
sekalian untuk senantiasa melindungi, menjaga serta terus berusaha menambah
nilai-nilai taqwa, cuma dengan taqwalah kita selamat di hari pengadilanNya.
Jamaah Jum’at yang berbahagia!
Ilmu, telah menjadi perbincangan dari waktu ke waktu, bahkan ilmu telah
menjadi simbol kemajuan dan kejayaan suatu bangsa. Hampir tak ada suatu bangsa
dinilai maju kecuali di sana ada ketinggian ilmu. Hingga hampir menjadi
kesepakatan setiap jawara bangsa, bila ingin maju harus berkiblat kepada negeri
yang tinggi ilmunya. Jadilah bangku-bangku sekolah didoktrin dengan kurikulum
negara maju. Akan tetapi sayang seribu kali sayang, sikap ambisi meraup dan
mengimport ilmu ini berlaku hanya pada masalah duniawi. Bahkan pikiran sebagian
besar kaum muslimin pun tak jauh berbeda dengan kaum sekulernya. Yang lebih
memprihatinkan lagi, sebagian da’i yang mempertengkarkan tentang cap
intelektual muslim pun justru menuding kolot terhadap orang yang tekun mempelajari
agamanya karena terfitnah oleh kilauan dunia. Bukankah kita pernah mendengar
wasiat Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib Radhiallaahu anhu :
اِرْتَحَلَتِ الدُّنْيَا مُدْبِرَةً
وَارْتَحَلَتِ اْلآخِرَةُ مُقْبِلَةً وَلِكُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا بَنُوْنٌ،
فَكُوْنُوْا مِنْ أَبْنَاءِ اْلآخِرَةِ وَلاَ تَكُوْنُوْا مِنْ أَبْنَاِء
الدُّنْيَا، فَإِنَّ الْيَوْمَ عَمَلٌ وَلاَ حِسَابٌ وَغَدًا حِسَابٌ وَلاَ
عَمَلٌ.
“Dunia
akan pergi berlalu, dan akhirat akan datang menjelang, dan keduanya mempunyai
anak-anak. Maka jadilah kalian anak-anak akhirat dan jangan menjadi anak-anak
dunia. Sesungguhnya pada hari ini hanya ada amal tanpa hisab (perhitungan), dan
besok hanya ada hisab (perhitungan) tanpa amal.” (HR. Al-Bukhari secara
mu’allaq).
Akankah kita membekali diri kita bagaikan si buta di tengah rimba belantara
tak tahu apa yang akan menimpanya. Padahal bahaya itu sebuah kepastian yang
telah tersedia.
Jamaah Jum’at yang mulia.
Akankah kita bergelimang dalam kebodohan, padahal kebodohan adalah lambang
kejumudan. Lalu, tidakkah kita ingin sukses dan jaya di negeri akhirat nanti.
Lalu apa yang menghalangi kita untuk segera meraup ilmu dien (agama), sebagaimana kita berambisi meraup ketinggian ilmu dunia karena tergambar
suksesnya masa depan kita?
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah!
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin mengumpulkan keutamaan ilmu ini
dalam 13 point:
1. Bahwa ilmu dien adalah warisan para nabi Shallallaahu alaihi wa Salam,
warisan yang lebih mulia dan berharga dari segala warisannya para nabi.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam telah bersabda:
فَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ
كَفَضْلِ الْقَمَرِ عَلَى النُّجُوْمِ. اَلْعُلَمَاءُ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ،
وَاْلأَنْبِيَاءُ لَمْ يُوَرِّثُوْا دِيْنَاًرا وَلاَ دِرْهَمًا وَإِنَّمَا
وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ. (الترمذي).
“Keutamaan sesorang ‘alim (berilmu) atas seorang ‘abid (ahli ibadah)
seperti keutamaan bulan atas seluruh bintang-bintang. Sesungguhnya ulama itu
pewaris para nabi. Sesungguhnya para nabi tidaklah mewariskan dinar maupun
dirham, mereka hanyalah mewariskan ilmu, maka barangsiapa mengambilnya (warisan
ilmu) maka dia telah mengambil keuntungan yang banyak.” (HR. Tirmidzi).
2. Ilmu itu tetap akan kekal sekalipun pemiliknya telah mati, tetapi harta
yang jadi rebutan manusia itu pasti akan sirna. Setiap kita pasti kenal Abu
Hurairah Radhiallaahu anhu, gudangnya periwayatan hadits, sehingga beliau
menjadi sasaran bidik kejahatan kaum Syi’ah dengan tuduhan-tuduhan keji yang
dilancarkannya terhadap diri beliau, dalam rangka menghancurkan Islam dan kaum
muslimin.
Dari segi harta Abu Hurairah Radhiallaahu anhu memang termasuk golongan
fuqara’ (kaum papa), memang hartanya telah sirna, tapi ilmunya tak pernah
sirna, kita semua masih tetap membacanya. Inilah buah seperti yang tersebut
dalam hadits Rasul Shallallaahu alaihi wa Salam :
إِذَا مَاتَ اْلإِنْسَانُ اِنْقَطَعَ
عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ؛ صَدَقَةٌ جَارِيَةٌ أَوْ عِلْمٌ يُنْتَفَعُ بِهِ
أَوْ وَلَدٌ صَالِحٌ يَدْعُوْ لَهُ.
“Jika manusia mati terputuslah amalnya kecuali tiga: shadaqah jariyah, atau
ilmu yang dia amalkan atau anak shalih yang mendoakannya.”
3. Ilmu, sebanyak apapun tak menyusahkan pemiliknya untuk menyimpan, tak
perlu gedung yang tinggi dan besar untuk meletakkannya. Cukup disimpan dalam
dada dan kepalanya, bahkan ilmu itu yang akan menjaga pemiliknya sehingga
memberi rasa nyaman dan aman, lain halnya dengan harta yang semakin bertumpuk,
semakin susah pula untuk mencari tempat menyimpannya, belum lagi harus
menjaganya dengan susah payah bahkan bisa menggelisahkan pemiliknya.
4. Ilmu, bisa menghantarkan pemiliknya menjadi saksi atas kebenaran dan
keesaan Allah. Adakah yang lebih tinggi dari tingkatan ini? Inilah firman Allah
Ta’ala:
“Allah
menyatakan bahwasanya tidak ada Ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang
menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga
menyatakan yang demikian itu). Tak ada Ilah (yang berhak disembah) melainkan
Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
(Ali Imran: 18).
Sedang pemilik harta? Harta sama sekali takkan menghantarkan pemiliknya
sampai ke derajat sana.
5. Para ulama (Ahli ilmu syari’at), termasuk golongan petinggi kehidupan
yang Allah perintahkan supaya orang mentaatinya, tentunya selama tidak
menganjurkan durhaka kepada Allah dan RasulNya, sebagaimana firmanNya:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya) dan
ulil amri di antara kamu.” (An-Nisa: 59).
Ulil Amri, menurut ulama adalah Umara’ dan Hukama’ (Ahli Hikmah/Ahli
Ilmu/Ulama). Ulama berfungsi menjelaskan dengan gamblang syariat Allah dan
mengajak manusia ke jalan Allah. Umara’ berfungsi mengoperasionalkan jalannya
syariat Allah dan mengharuskan manusia untuk menegakkannya.
6. Para ulama, mereka itulah yang tetap tegar dalam mewujudkan syariat
Allah hingga datangnya hari kiamat. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam
telah bersabda:
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا
يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ وَإِنَّمَا أَنَا قَاسِمٌ وَاللهُ هُوَ الْمُعْطِيْ
وَلاَ تَزَالُ هَذِهِ اْلأُمَّةُ قَائِمَةً عَلَى أَمْرِ اللهِ لاَ يَضُرُّهُمْ
مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللهِ.
“Barangsiapa yang Allah kehendaki padanya kebaikan, maka Allah akan
fahamkan dia dalam (masalah) dien. Aku adalah Al-Qasim (yang membagi) sedang
Allah Azza wa Jalla adalah yang Maha Memberi. Umat ini akan senantiasa tegak di
atas perkara Allah, tidak akan memadharatkan kepada mereka, orang-orang yang
menyelisihi mereka sampai datang putusan Allah.” (HR. Al-Bukhari).
Imam Ahmad mengatakan tentang kelompok ini: “Jika mereka bukan Ahlu Hadits
maka aku tidak tahu siapa mereka itu”.
7. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam menggambarkan para pemilik ilmu
dengan lembah yang bisa menampung air yang bermanfaat terhadap alam sekitar,
beliau bersabda, yang artinya:
Perumpamaan dari petunjuk ilmu yang aku diutus dengannya bagaikan hujan
yang menimpa tanah, sebagian di antaranya ada yang baik (subur) yang mampu
menampung air dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rerumputan yang banyak, di
antaranya lagi ada sebagian tanah keras yang (mampu) menahan air yang dengannya
Allah memberikan manfaat kepada manusia untuk minuman, mengairi tanaman dan
bercocok tanam. Dan sebagian menimpa tanah tandus kering yang gersang, tidak
bisa menahan air yang menumbuhkan tumbuh-tumbuhan. Maka demikianlah permisalan
orang yang memahami (pandai) dalam dien Allah dan memanfaatkan apa yang
dengannya aku diutus Allah, maka dia mempelajari dan mengajarkan. Sedangkan
permisalan bagi orang yang tidak (tidak memperhatikan ilmu) itu (sangat
berpaling dan bodoh), dia tidak menerima petunjuk Allah yang dengannya aku
diutus. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
8. Ilmu adalah jalan menuju Surga, tiada jalan pintas menuju Surga kecuali
ilmu. Sabdanya:
مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ
فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ.
Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah mudahkan baginya
jalan menuju Surga.” (HR. Muslim).
9. Ilmu merupakan pertanda kebaikan seorang hamba. Tidaklah akan menjadi
baik melainkan orang yang berilmu, sekalipun bukan jaminan mutlak orang yang
(mengaku) berilmu mesti baik.
Sabda beliau
Shallallaahu alaihi wa Salam :
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا
يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ.
“Siapa yang Allah kehendaki kebaikan, Allah akan pahamkan dia (masalah)
dien.” (Al-Bukhari).
10. Ilmu adalah cahaya yang menerangi kehidupan hamba sehingga dia tahu
bagaimana beribadah kepada Allah dan bermuamalah dengan para hamba Allah.
11. Orang ‘alim (berilmu) adalah cahaya bagi manusia lainnya. Dengan dirinyalah
manusia dapat tertunjuki jalan hidupnya. Jamaah sekalian tentunya ingat kisah
seorang pembunuh yang menghabisi 100 nyawa. Dia bunuh seorang ahli ibadah
sebagai korban yang ke-100 karena jawaban bodoh dari si ahli ibadah yang
menjawab bahwa sudah tak ada lagi pintu taubat bagi pembunuh nyawa manusia.
Akhirnya dia datang kepada seorang ‘alim, dan disana ia ditunjukkan jalan
taubat, maka diapun mendapatkan penerangan bagi jalan hidupnya.
12. Allah akan mengangkat derajat Ahli Ilmu (orang alim) di dunia dan
akhirat. Di dunia Allah angkat derajatnya di tengah-tengah umat manusia sesuai
dengan tingkat amal yang dia tegakkan. Dan di akhirat akan Allah angkat derajat
mereka di Surga sesuai dengan derajat ilmu yang telah diamalkan dan
didakwahkannya.
Allah Subhannahu wa Ta'ala dalam surat Mujadilah: 11 telah berfirman:
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah!
Itulah point-point penting yang bisa kita nukilkan, semoga menjadi
pendorong semangat bagi orang yang bercita-cita mulia dunia dan akhiratnya.
وَاللهَ نَسْأَلُهُ أَنْ يَرْزُقَنَا
عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً، وَصَلَّى اللهُ
عَلَى نَبِيِّنًا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
Khutbah kedua
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا
وَمِنْ سَيْئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ
يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ
لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا. أَمَّا بَعْدُ؛
Jamaah yang berbahagia, pada khutbah yang ke-2 ini, sekedar saya simpulkan
dari khutbah yang pertama.
1. Bahwa problem yang terbesar di kalangan umat ini adalah
al-jahl biddien, bodoh tentang agamanya.
2. Tidak akan terangkat derajat umat ini menuju sebuah kejayaan kecuali
harus bangkit dan menggali ilmu agama secara benar.
3. Ilmu agama yang akan membawa kejayaan adalah ilmu yang diamalkan dari
sumber yang benar pula, bila tidak justru akan membawa kepada kehancuran dan
laknat Allah.
Karena itulah mari kita gali ilmu agama secara benar dari sumber aslinya
yaitu Al-Qur’an dan Sunnah melalui pemahaman para Salafus-Shalih yakni para
sahabat radhiyallahu ‘anhum serta para pengikut pola hidupnya hingga hari
akhir.
Selanjutnya
marilah kita berdoa kepada Allah untuk kebaikan kita dan kebaikan kaum
muslimin.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ
يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا
عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى
آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ،
إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ
كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ
مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ
وَالْمُسْلِمَاتِ، اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا
وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ
قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ.
اَللَّهُمَّ افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَّا بِالْحَقِّ وَاَنْتَ خَيْرُ
الْفَاتِحِيْنَ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا
طَيِّبًا وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي
الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا
مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يِوْمِ
الدِّيْنِ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ
يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى
عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ
Bacaan Khutbah Pertama
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا
وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ
يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ
لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا
اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ
مُّسْلِمُوْنَ.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا
رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا
وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ
تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا
اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ
وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ
فَوْزًا عَظِيْمًا.
أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ
الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ
وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
0 komentar:
Post a Comment