Aku cuman berandai-andai saja, dan pertanyaan
ini tak harus kau jawab. Bagaimana jika suatu
hari nanti aku engga bisa jadi apa-apa, apa kamu
masih mau nerima?. Setahu impianmu sangat
indah sekali, aku saja tidak setinggi itu. Ketika aku
mendengar apa yang kau katakan hari itu, aku
hanya bisa tersenyum, membayangkan jika kelak
aku bisa membahagiakanmu, membawamu ke
banyak tempat, membelikan apa saja yang kau
mau, dan dengan bangganya aku menjelaskan
pekerjaanku, yang gajinya besar dan jabatannya
tidak membuatmu malu. Tapi sekali lagi, aku ingin
hidup secara realistis saja, biarlah mimpi-mimpi itu
yang menjadi pemandu untuk setiap langkahku.
Kalaupun gagal, berarti ada rencana lain, dan
apabila tidak menjadi apapun aku tetap bersyukur
bahwa aku masih diberi hidup, diberi sehat.
Sekarang aku bertanya padamu, kalau memang
nanti semua hal yang kita dambakan, tidak menjadi
kenyataan dan seumur hidup aku hanya dibatasi oleh Tuhan dengan kata "Cukup", apa masih
sanggup kau bertahan denganku?, apa masih
betah dirimu ada di hidupku?, apa orangtuamu bisa
menerima laki-laki yang hari-harinya membangun
mimpi orang lain?. Kalau kau tidak sanggup,
lepaskan aku, kalau memang cara pandangmu
terhadap dunia seperti itu. Aku bukan melemahkan
semangatmu, hanya saja aku ingin tahu bagaimana
caramu melihatku, apalagi di hari-hari tersulit yang
kau miliki, dan setahuku ratu itu hidup di kerajaan bukan di kota yang manusianya saling membunuh
untuk meraih puncak, yang penuh kebohongan
abadi, dan semua kebahagiaan disana hanya
bersifat sementara. Namun sebaliknya, jika kau
memandangku dengan penuh kedewasaan, dan
kau percaya bahwa masing--masing rezeki itu
sudah ditentukan kadarnya aku berjanji padamu
bahwa akan kubuat kau menjadi wanita yang
beruntung karena telah memilihku. Ketahuilah,
aku tidak ingin hanya jatuh cinta dengan rupamu,
melainkan dengan seluruh kesederhanaan hidup
yang kau miliki.