TAK ADA YANG ABADI, BERSIAPLAH PARA PENGGANTI
“Takkan
selamanya tanganku mendekapmu. Takkan selamanya raga ini menjagamu.
Seperti alunan detak jantungku, tak bertahan melawan waktu. Dan semua
keindahan yang memudar atau cinta yang telah hilang. Tak ada yang abadi.
Biarkan aku bernafas sejenak sebelum hilang. Tak kan selamanya tanganku
mendekapmu. Tak kan selamanya raga ini menjagamu. Jiwa yang lama segera
pergi. Bersiaplah para pengganti. Tak ada yang abadi.” [Ariel, Noah]
Itu
adalah lirik salah satu lagu Noah. Dulu Peterpan. Saya benar-benar
merinding ketika membaca ulang lirik lagu ini dalam bentuk paragraf.
Padahal, lagu ini sudah lama sekali. Namun, sering kali saya hanya
mendengar dalam bentuk musik. Atau membaca liriknya dalam bentuk frasa.
Potongan-potongan.
Itu adalah salah satu lagu faforit saya. Saya
masih mendengarkan lagu itu dengan baik. Dengan berbagai versi. Bagi
saya, ada dua tipe pendengar. Yaitu mereka yang memutar lagu secara
berganti-ganti. Dan ada tipe pendengar yang memutar hanya satu lagu
berulang-ulang. Saya tipe yang kedua.
Bagi saya. Cukup pilih satu
lagu yang pas. Dan itu akan saya putar untuk beberapa bulan tanpa
berganti. Baru kalau lagu itu sudah terasa agak hambar, baru berganti
lagu lain.
Terkait lirik lagu ini. Kali ini. Saya mencoba
menyusun potongan-potongan lirik itu dalam bentuk paragraf utuh. Dan
baru kali ini, saya membaca dalam bentuk paragraf utuhnya. Dan hasilnya
mencengangkan, sekaligus membuat bulu kuduk saya berdiri. Benar-benar
merinding.
Satu paragraf itu langsung membawa saya pada ingatan
tentang orang-orang yang telah pergi. Bahwa dahulu, mereka adalah bagian
dari keluarga yang menyayangi kita, dan juga kita sayangi. Namun
seiring waktu, mereka harus menua, lalu kemudian pergi. Dan tak kembali.
Juga
membawa saya pada pikiran bahwa apa saja yang kita miliki sekarang, itu
tidak akan kekal selamanya. Apapun itu. Apakah itu keluarga, properti,
mobil, karya, barang berharga, jabatan, teman-teman dekat, dan
seterusnya. Ada waktunya mereka semua akan meninggalkan kita. Atau kita
yang meninggalkan mereka. Benar-benar tidak ada yang abadi.
Saya
tulis catatan ini sambil mendengarkan lagu itu dalam versi paling baik
menurut saya. Versi yang menurut saya paling pas. Dari segi tarikan
suara maupun musik pengiringnya. Dan tentu versi paling maksimal dari
suara sang vokalis. Dan dengan speaker aktif yang cukup untuk
mendapatkan kesan menyeluruh. Barang kali dengan itu, catatan ini bisa
menjadi catatan yang baik.
Lirik itu ditulis oleh Ariel, vokalis
Band tersebut. Tentang lagu ini, dalam beberapa kesempatan, Ariel
sendiri mengkonfirmasi bahwa ini adalah lagu religi dari Noah. Karena
dari segi makna sangat mendalam sekali. Yang pada intinya, tidak ada
yang abadi. Segala sesuatu akan pergi.
Dari segi komposisi
instrumen sangat pas. Terutama dentuman keyboard yang mengiringi dari
awal hingga akhir. Suara gitar yang sangat penuh kekuatan juga
memperdalam kualitas musiknya. Detak drum yang sangat epik melengkapi
kedalaman musik tersebut. Getaran senar bas sekaligus melengkapi
kesempurnaan musiknya.
Dan tentu, suara vokalis yang sedikit
serak dan menggelegar menimbulkan kesan mendalam. Dan juga suara
pendukung yang berperan melengkapi suara vokal utama. Entah siapa itu.
Namun, sering kali suara pendukung dalam lagu Noah itu digawangi oleh
Ariel sendiri.
Tak Ada Yang Abadi
Inti dari pesan yang
ingin disampaikan dari lagu itu adalah tak ada yang abadi. Bahwa segala
sesuatu pasti akan pergi, rusak, atau mungkin lenyap. Tidak akan ada
yang bertahan selamanya. Tidak akan ada yang hidup kekal selamanya.
Manusia
akan mati pada saatnya. Alunan detak jantung, aliran darah, kerja
batang otak, dan ketika semua organ manusia berhenti berfungsi. Kita
menyebut itu dengan mati. Tidak ada yang bisa bertahan melawan waktu.
Dan ketika seseorang telah mati, dengan sangat terpaksa harus berpisah
dengan yang hidup.
Orang-orang yang kita cintai juga begitu.
Tidak akan selamanya tangan kita mendekap orang-orang yang kita cintai
itu. Ada waktunya harus berpisah. Jika bukan kita yang pergi terlebih
dahulu, bisa jadi mereka yang pergi lebih dahulu.
Begitu juga
anak-anak yang kita cintai. Kita tidak akan selamanya menjaga mereka.
Mungkin, kita menyaksikan mereka tumbuh. Dari seorang bayi menjadi
anak-anak yang mungil. Lalu menjadi dewasa dan bisa berpikir mandiri.
Tapi. Ada waktunya kita harus pergi. Kita tidak bisa menjaga mereka
selamanya. Semua keindahan yang kita rasakan akan memudar. Dan segala
cinta akan hilang.
Jiwa-jiwa lama segera pergi. Kita semua yang
hidup akan pergi. Yang hidup pasti mati. Dan lalu digantikan dengan
jiwa-jiwa yang baru. Yaitu para pengganti. Kehidupan akan terus
berganti. Benar-benar tidak ada yang hidup abadi selamanya.
Kasih Tuhan Pada Manusia
Kita
harus berterima kasih kepada Tuhan. Karena kita telah diberi kesempatan
untuk bernafas, meski sejenak. Sebelum kita hilang. Karena kita semua
akan hilang. Akan musnah pada waktunya.
Kita telah diberi
kesempatan untuk hidup. Dan juga telah diberi berbagai perangkat indra.
Sehingga kita bisa merasakan nikmat. Dengan berbagai macamnya. Mulai
dari kenikmatan segarnya udara di setiap detik, lezatnya berbagai macam
makanan, indahnya hutan rimbun di lereng gunung.
Bahkan, mungkin
termasuk lagu yang bertajuk tak ada yang abadi ini. Ini adalah bentuk
kasih sayang Tuhan pada manusia. Banyak sekali. Dan jika kita mencoba
menghitung. Kita tidak akan bisa menghitung seluruhnya.
Mungkin,
hewan dan tumbuhan juga diberi kesempatan untuk hidup. Sebagaimana
manusia. Tapi, manusia lebih dari itu. Manusia juga diberi perangkat
tertentu yang tidak diberikan pada ciptaan lain. Perangkat unik itu kita
sebut dengan akal.
Dengan akal, manusia bisa menilai baik dan
buruknya sesuatu. Sehingga, manusia bisa menentukan apa yang seharusnya
dilakukan. Itulah yang disebut kebebasan. Dengan demikian, kebebasan
adalah nikmat yang sangat unik. Yang hanya dimiliki oleh manusia.
Apakah
hewan tidak punya kebebasan? Padahal, menurut kita, justru mereka tidak
terikat dengan berbagai etika yang super rumit. Dalam sistem sosial
binatang, tidak masalah mereka mau berbuat apa. Sementara manusia, harus
tunduk pada berbagai etika yang dirumuskan sendiri.
Itu betul.
Namun, hewan hidup dengan mengikuti naluri semata. Manusia berbeda
dengan itu. Manusia bisa memilih setelah tahu. Karena manusia dibekali
berbagai perangkat untuk mengetahui. Dan setelah itu, mereka bisa
menilai, untuk selanjutnya menentukan pilihan. Inilah yang oleh filsuf
disebut eksistensialisme. Keberadaan manusia yang berbeda dengan
keberadaan hewan atau yang lainnya.
Sebutlah ada dua makanan yang
dihidangkan pada seseorang. Satu hidangan dalam kondisi basi yang akan
mengaduk perutnya. Dan satu lagi hidangan yang masih hangat, yang pasti
terasa nikmat di lidah. Hewan akan secara otomatis memilih mana yang
menurut mereka bisa dimakan. Tapi manusia, mereka memilih setelah mereka
mengetahui kondisi dua makanan itu.
Nikmat yang banyak dengan
segala bentuknya itu, dalam satu perspektif, itu adalah cara Tuhan untuk
menguji manusia. Untuk menentukan siapa yang paling baik kualitas
tindakannya.
Sejak awal, Tuhan telah membekali manusia dengan
akal, pengetahuan dan kebebasan untuk memilih. Ini berbeda dengan
ciptaan Tuhan yang lainnya. Sebut saja hewan dan tumbuhan. Juga
malaikat. Karena itu, dalam kisah religi, itu bermakna Tuhan ingin
melihat, apakah manusia akan memilih menggunakan segala pemberian itu
untuk kebaikan, atau sebaliknya.
Termasuk juga apakah dengan
nikmat yang banyak itu, manusia akan bersyukur dan mengakui kebesaran
Tuhan. Atau justru kufur dengan segala nikmat itu, dan mengingkari
kebesaran Tuhan. Ini sepenuhnya adalah pilihan. Dan manusia dibebaskan
untuk memilih.
Huru-Hara di Permukaan Bola Biru Mungil
Benar
bahwa jika kita berusaha menghitung nikmat Tuhan, kita tidak bisa
menghitung seluruhnya. Karena Bumi dengan segala isinya, itu bisa
dimaknai sebagai nikmat. Termasuk juga posisi bumi terhadap matahari
yang sangat pas untuk kehidupan. Yang memungkinkan muncul kehidupan di
permukaan planetnya.
Kita bisa bayangkan, jika jarak Bumi dengan
mata hari lebih dekat sedikit saja dari posisi saat ini, kehidupan
tidak bisa muncul di atasnya karena suhu terlalu panas. Begitu juga jika
sedikit lebih jauh. Bumi akan membeku. Dan kehidupan tidak bisa tumbuh
di permukaannya.
Umur Bumi saat ini yang sedang dalam masa
subur juga nikmat. Kita tahu. Bahwa Bumi terbentuk sekitar lima miliar
tahun lalu. Tersusun dari kumpulan debu angkasa di sekitar matahari.
Dengan grafitasi, debu-debu itu saling menarik. Dan selanjutnya menarik
batu-batuan angkasa.
Lalu, pada masa tertentu, Bumi lebih mirip
neraka dari pada rumah. Bola batu cari dengan suhu sekitar 2000 derajat
fahrenheit. Tidak memungkinkan tumbuh kehidupan di situ.
Kemudian,
meteor yang membombardir bola panas itu membawa berkah tersendiri.
Karena mereka membawa unsur air yang memungkinkan kehidupan untuk tumbuh
di masa kemudian. Di bagian dalam tetap batuan cair panas. Tapi, bagian
luar membeku membentuk kerak. Itu yang memungkinkan air yang dibawa
meteor-meteor terekstrak dan menggenang di atasnya.
Bagian dalam
batuan cair panas menyembur di banyak bagian. Sehingga pada bagian
tertentu permukaan meninggi. Membentuk pulau-pulau vulkanik yang tak
beraturan. Yang kemudian menyatu menjadi pulau besar mengapung,
melayang-layang di atas batuan cair yang panas. Itu yang disebut benua
tunggal, sangat luas. Lalu retak karena tekanan panas inti bumi.
Selanjutnya.
Batuan meteor yang menabrak bumi membawa berbagai unsur kimia tertentu.
Dan berbagai unsur kimia itu berreaksi untuk membentuk oksigen. Di
dasar laut sudah mulai terbentuk kehidupan bersel tunggal.
Dan
pada masa tertentu, bola biru mungil itu menjadi bola salju selama
jutaan tahun karena matahari tak menembus permukaan. Selama itu,
unsur-unsur pembentuk kehidupan terkubur di dalam es.
Rupanya,
gunung-gunung vulkanik tak betah berlama-lama membekuk di dalam lapisan
es. Mereka memuntahkan cairan panas, memecah es. Karbon dioksida yang
yang dimuntahkan menangkap sinar matahari yang kemudian meningkatkan
suhu Bumi. Es mencair, oksigen dan hidrogen meningkat di permukaan
planet. Sungguh resep yang sempurna sebagai pembentuk unsur kehidupan.
Bakteri
di bawah laut yang telah terkubur es selama jutaan tahun telah
berevolusi. Pasokan oksigen yang cukup di kedalaman laut memungkinkan
mereka mengembangkan tuang belakang. Seiring waktu, jutaan tahun,
kehidupan bawah laut berkembang pesat.
Di daratan, tampaknya
belum ada kehidupan apa-apa. Tapi, kemudian ozon terbentuk. Dan
memungkinkan kehidupan muncul di daratan. Vegetasi semacam lumut dan
pakis mulai tumbuh.
Pohon-pohon mulai muncul dan menghasilkan
oksigen di atmosfer. Sementara itu, berapa spesies bertulang belakang di
bawah laut mulai melirik daratan. Lalu bervolusi menjadi berbagai macam
binatang darat ukuran monster. Sebagian mengembangkan kakinya menjadi
sayap.
Tak ada yang hidup selamanya. Vegetasi purba mulai
berjatuhan. Terkubur bebatuan dan mendapat panas dari dalam, lalu
menjadi batu bara yang kita gali hari ini. Batu hitam yang gunakan untuk
menghasilkan energi. Itulah sekilas huru-hara di permukaan planet biru
mungil.
Bencana Skala Planet
Pada masa itu, bumi adalah
surganya kehidupan. Tapi tidak berlangsung lama. Di bagian tertentu,
batuan cari menyembur dari perut bumi menewaskan hampir seluruh
kehidupan di wilayah itu. Asap vulkanik skala besar juga menyebabkan
hujan asam di seluruh permukaan yang menewaskan hampir kehidupan. Bahkan
kehidupan yang ramai di bawah laut juga mati. Hampir seluruh spesies
musnah.
Setelah
jutaan tahun. Bumi memulihkan dirinya. Tumbuhan kembali tumbuh.
Sebagian kecil binatang yang masih hidup berevolusi. Menjadi
makhluk-makhuk baru seperti dinosaurus. Yang peradabannya bertahan
jutaan tahun.
Ketika benua Amerika dan Afrika terpecah, sebagian
spesies memilih untuk tinggal kembali di lautan. Ini bukan seperti
pecahnya piring yang langsung terbelah menjadi dua. Tapi, berpisah
dengan kecepatan tumbuhnya kuku. Jadi. Setiap kali planet unik ini
memperbarui dirinya, kehidupan baru muncul. Kehidupan berevolusi untuk
neyesuiakan diri dengan kondisi.
Dalam jutaan tahun, bangsa
dinosaurus mendominasi daratan. Sampai hujan asteroid raksasa yang
sangat tidak diharapkan menghujam Bumi. Menewaskan hampir seluruh
spesies dinosaurus. Yang tersisa juga mati karena kelaparan. Sebuah
babak baru kehidupan akan dimulai.
Mamalia Otak Besar
Sebuah
mamalia baru yang mirip dengan kera tercipta. Otaknya cukup besar. Itu
yang kemudian diduga akan berevousi menjadi kera. Dan selanjutnya akan
berevolusi lagi menjadi kehidupan baru penghuni planet ini.
Spesies
mirip kera hidup di pepohonan. Tapi, himalaya muncul, uap air dari
lautan terhalang untuk sampai di tempat spesies itu. Sehingga, membuat
hutan pepohonan itu mengering. Dengan sangat terpaksa, kera-kera itu
harus menginjakkan kakinya ke daratan. Menggunakan kaki mereka untuk
berjalan. Episode spesies baru yang akan mendomnasi Bumi segera dimulai.
Kini, kita sebagai spesies manusia yang waktunya sangat sedikit
ini telah memiliki banyak kemajuan. Terutama kemampuan kognitif. Yang
memungkinkan manusia untuk mengelola permukaan planet ini.
Tidak
menutup kemungkinan, suatu bencana skala global akan memusnahkan
kehidupan di permukan planet ini. Termasuk spesies manusia. Dan setelah
jutaan tahun, spesies baru nantinya akan muncul.
Dengan
kemampuan kognitif manusia saat ini, manusia mampu memikirkan banyak hal
yang abstrask. Dan menceritakannya pada yang lain untuk membangun
konsepsi-konsepsi yang sangat rumit. Dan itu menjadi pedoman untuk
hidup.
Segala proses terbentuknya Bumi, yang hanya dari serpihan
debu angkasa, kemudian menjadi bola panas, lalu menjadi bola salju,
kemudian berevolusi menjadi planet berpenghuni. Dan kemudian
berganti-ganti penghuni, sampai masa kita ini.
Perjalanan ini
berlangsung sekitar lima setengah miliar tahun lamanya. Pada masa
tertentu, kehidupan bertumbuh dan mereka bersenang-senang. Ketika
bencana skala planet datang, kehiudpan punah. Lalu ketika mulai
kondusif, muncul kehidupan baru dengan spesies-spesies baru.
Dengan
skala umur Bumi, peradaban spesies manusia hanyalah satu episode kecil
dari sekian banyak episode. Yang artinya, keributan skala internasional
seperti perang dingin selama puluhan tahun, perbincangan global tentang
perubahan iklim, atau mungkin keributan soal hak beragama di sebuah
negara, hanyalah sepersekian miliar detik yang sangat tidak berarti.
Bumi Sebagai Anugerah
Sebagai
sebuah gumpalan di mana banyak kehidupan di permukaanya telah
berganti-ganti. Bumi adalah anugerah yang telah menyimpan bayak cerita
rumit dari berbagai spesies kehidupan yang silih berganti. Dalam skala
pradaban manusia, di mana kita hanya menyaksikan satu episode kecil dari
kisah Bumi, tidak semua planet di galaksi memiliki cerita unik seperti
itu.
Kita bisa berpersepsi seperti itu, karena kita tidak bisa
menyaksikan bagaimana sejarah planet lain. Planet tetangga kita Mars
misalnya. Kita menyaksikan saat ini Mars sebagai planet yang begitu
tenang, tandus dan tidak berpenghuni.
Padahal, bisa jadi, Mars
juga pernah mengalami huru-hara peradaban dari berbagai spesies yang
telah berganti-ganti. Hanya saja, kita sama sekali tidak memiliki bukti.
Karena dalam skala planet, peradaban dinosaurus atau peradaban manusia,
hanya seperti pasir pantai di antara ombak pertama dan ombak kedua. Di
mana setiap ombak menyapu setiap peradaban.
Bisa saja, sekarang
Mars dalam kondisi pasca bencana skala planet. Sehingga seluruh spesies
yang pernah punya peradaban yang sangat maju di Mars, musnah. Dan
sekarang Mars sedang dalam proses penyembuhan. Dan nanti, jutaan tahun
kemudian, akan muncul kehidupan baru. Begitu juga dengan planet-planet
lain. Terutama yang memenuhi syarat untuk kehidupan.
Jika Bumi
pernah dihujani meteor, pernah menjadi planet beku, pernah dihujam
meteor yang membawa unsur hidrogen, termausk juga punya unsur-unsur
untuk mengolah sinar matahari menjadi makanan. Dan berbagai drama
lainnya yang membuat Bumi sebagai planet yang sangat dinamis. Apakah itu
hanya terjadi pada Bumi? Dan apakah itu tidak mungkin terjadi pada
planet lain?
Keterbatasan masa peradaban manusia membuat manusia
tidak bisa menyaksikan drama skala planet. Bahkan planet kita sendiri.
Etika bencana skala global muncul, lalu tumbuh kehidupan baru, kita
tidak bisa menyaksikannya. Kita tidak bisa menyaksikan peradaban baru
setelah peradaban manusia. Itu keterbatasan kita.
Dahulu
sekali, ketika Bumi masih dalam kondisi seperti bola panas atau bola es.
Juga tidak memungkinkan adanya kehidupan di situ. Namun, akhirnya
setelah sekian juta tahun, juga terbentuk kehidupan yang silih berganti.
Berganti karena bencana skala planet. Kehidupan musnah. Kemudian
berganti kehidupan yang baru. Dan terus begitu.
Kemusnahan skala
planet ini bukan seperti angin ribut yang memporak-porandakan satu
kampung. Sehingga dalam beberapa minggu, kampung itu bisa dibangun lagi.
Dan dipenuhi lagi dengan makhluk yang sama.
Namun,
kepunahan skala planet benar-benar memusnahkan setiap sel kehidupan.
Sehingga, ketika Bumi telah kondusif, makhluk baru yang tumbuh
benar-benar berbeda dengan sebelumnya.
Sebagaimana pesan dalam
lirik lagi di atas. Tak ada yang abadi. Tidak ada spesies yang selamanya
mendominasi serta mengatur permukaan planet ini untuk selamanya. Apakah
peradaban para spesies raksasa, para dinosaurus, atau bahkan para
manusia.
Ada saatnya nanti, ketika bencana global datang, entah
karena perbuatan manusia sendiri atau karena alam, dan karena itu
kehidupan di planet ini akan musnah. Dan secara otomatis, dominasi
manusia atas permukaan planet ini harus berakhir. Dan setelah jutaan
tahun bumi menyembuhkan dirinya, spesies baru akan muncul. Tak ada yang
abadi. Jiwa yang lama segera pergi, bersiaplah para pengganti.
Nikmat Yang Tidak Terbatas
Dalam
peradaban manusia yang hanya berlangsung beberapa detik dalam skala
umur planet, manusia sebagai spesies melata punya kemampuan kognitif
yang unik. Yaitu bisa mengkonstruksi benda abastak dalam pikirannya. Di
mana hal itu memungkinkan bagi manusia untuk memberi makna atas segala
sesuatu.
Karena satu atau dua kelemahan, akhirnya manusia
mengkonstrksi konsep yang lebih kuat darinya. Bentuknya bisa apa saja.
Dan dengan begitu, dia berharap sesuatu yang dipikirkan itu membantunya
ketika mereka dalam masa sulit. Itulah makna. Manusia bisa meletakkan
makna apa saja terhadap apa saja.
Dan saat ini, jika kita
mengkonstruksi konsep tentang Tuhan dengan segala ide yang relevan
dengan itu. Kita patut berterimakasih karena kita telah diberi
kesempatan untuk menjadi bagian dari kisah Bumi yang begitu panjang dan
penuh drama. Meski kita hanya menjadi bagian yang sangat kecil dari
kisah panjang itu.
Namun, dengan bagian yang sangat kecil itu,
spesies manusia bisa punya pengalaman unik. Seperti kebahagiaan,
kesedihan, atau perasaan yang campur aduk karena suatu hal. Keindahan
berbagai. Atau kepercayaan diri yang sangat menggebu dalam melakukan
sesuatu, karena seseorang menjanjikan sesuatu setelah dia mati.
Termasuk
untuk menggubah lirik lagu yang begitu menyayat hati. Termasuk juga
mendengarkan suara serak yang dipadukan dengan campuran bunyi beberapa
alat musik dengan takaran yang pas. Begitu juga setiap detik kesempatan
untuk menjadi bagian dari kehidupan di permukaan planet ini. Singkat
kata, itu bisa kita maknai sebagai nikmat yang tidak terbatas.